TERBARU

Kamis, 08 September 2011

DZIKIR TAHLIL

 
Tradisi tahlil yang sering kita lakukan dari jaman nenek moyang hingga sekarang adalah tradisi yang sangat sesuai dengan perintah Allah Swt, dan Rasulullah Saw. Selanjutnya kami akan mencoba memberikan sedikit pencerahan tentang tuntunan-tuntunan yang yang terdapat pada tahlil.

Masyarakat berkumpul dalam sebuah majelis dzikir
Banyak hadits yang menjalaskan tentang ini.
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِذَا مَرَرْتُمْ بِرِيَاضِ الجَنَّةِ فَارْتَعُوا قَالُوا: وَمَا رِيَاضُ الجَنَّةِ؟ قَالَ: حِلَقُ الذِّكْرِ
“Sesungguhnya Nabi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : apabila kalian berjalan ke taman surga maka bergabunglah kalian”, para sahabat bertanya : “apa itu taman surga (riyadlul jannah) ?”, Nabi menjawab : “Perkumpulan dzikir”. (Sunan at-Turmidzi no. 3510 ; hadits ini dinilai hasan)
لَا يَقْعُدُ قَوْمٌ يَذْكُرُونَ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا حَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ، وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ، وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمِ السَّكِينَةُ، وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ
“Tidaklah sekelompok orang berkumpul dan berdzikir kepada Allah kecuali mereka dikelilingi oleh para Malaikat, diliputi rahmat, diturunkan kepada mereka ketenangan, dan Allah sebut mereka di kalangan para Malaikat yang mulia”. (Shahih Muslim no. 2700 ; Musnad Ahmad no. 11875)
مَا مِنْ قَوْمٍ اجْتَمَعُوا يَذْكُرُونَ اللهَ، لَا يُرِيدُونَ بِذَلِكَ إِلَّا وَجْهَهُ، إِلَّا نَادَاهُمْ مُنَادٍ مِنَ السَّمَاءِ: أَنْ قُومُوا مَغْفُورًا لَكُمْ، قَدْ بُدِّلَتْ سَيِّئَاتُكُمْ حَسَنَاتٍ
“Tidaklah sebuah kaum berkumpul berdzikir kepada Allah, karena mereka tiada menginginkan dengan hal itu kecuali keridlaan Allah, maka malaikat akan menyeru dari langit, bahwa berdirilah kalian dengan pengampunan bagi kalian, sungguh keburukan kalian telah digantikan dengan kebaikan”. (Musnad Ahmad no. 12453)

BACAAN-BACAAN DALAM DZIKIR TAHLIL
1.       Membaca Ayat-ayat Alqur’an
Dalam bertahlil kita di ajarkan oleh para Ulama yang telah menyusunnya demikian indah sehingga menjadi sebuah susunan yang penuh dengan fadhilah-fadhilah. Di antaranya adalah, kita diajak untuk membaca ayat-ayat dalam Alqur’an, tentu saja hal ini sesuai dengan ajaran Nabi Shalallahu’alaihi wasallam. Dalam shahih Muslim disebutkan:
اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لِأَصْحَابِهِ، اقْرَءُوا الزَّهْرَاوَيْنِ الْبَقَرَةَ، وَسُورَةَ آلِ عِمْرَانَ، فَإِنَّهُمَا تَأْتِيَانِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَأَنَّهُمَا غَمَامَتَانِ، أَوْ كَأَنَّهُمَا غَيَايَتَانِ، أَوْ كَأَنَّهُمَا فِرْقَانِ مِنْ طَيْرٍ صَوَافَّ، تُحَاجَّانِ عَنْ أَصْحَابِهِمَا، اقْرَءُوا سُورَةَ الْبَقَرَةِ، فَإِنَّ أَخْذَهَا بَرَكَةٌ، وَتَرْكَهَا حَسْرَةٌ، وَلَا تَسْتَطِيعُهَا الْبَطَلَةُ
“Bacalah oleh kalian al-Qur’an, karena ia akan datang pada hari kiamat kepada pembaca-pembacanya. Bacalah oleh kalian Az-Zahrawayn yakni Surah al-Baqarah dan surah Ali Imran, karena sungguh keduanya akan datang pada hari Qiamat laksana dua gumpalan awan atau laksana dua cahaya yang menyinari atau laksana dua kelompok burung yang (saling) membentangkan sayapnya dimana akan menjadi pembela bagi pembaca keduanya, bacalah surah al-Baqarah karena mengambilnya merupakan keberkahan, dan meninggalkannya mendapat penyesalan, sedangkan para tukang sihir tidak akan mempan dengannya”. (Shahih Muslim no. 804)
Kemudian dari Sunan Ibnu Majah:
يُقَالُ لِصَاحِبِ الْقُرْآنِ إِذَا دَخَلَ الْجَنَّةَ اقْرَأْ وَاصْعَدْ، فَيَقْرَأُ وَيَصْعَدُ بِكُلِّ آيَةٍ دَرَجَةً حَتَّى يَقْرَأَ آخِرَ شَيْءٍ مَعَهُ
“Kelak akan dikatakan kepada shahibul Qur’an (pembaca al-Qur’an) ketika memasuki surga, bacalah kemudian naiklah (derajat), maka kemudian ia membacanya dan naiklah derajatnya dengan tiap-tiap ayat hingga sampai ayat terakhir yang ia baca” (Sunan Ibnu Majah no. 3780, hadits ini shahih)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :
قَالَ: ” أَلَا أُخْبِرُكَ يَا عَبْدَ اللهِ بْنَ جَابِرٍ بِخَيْرِ سُورَةٍ فِي الْقُرْآنِ؟ ” قُلْتُ: بَلَى يَا رَسُولَ اللهِ. قَالَ: ” اقْرَأِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ حَتَّى تَخْتِمَهَا
“Maukah engkau aku khabarkan wahai Abdullah bin Jabir tentang surah yang paling bagus didalam al-Qur’an?, aku (Jabir) berkata : “Iya wahai Rasulullah”, kemudian Rasulullah bersada : “Bacalah al-Hamdulillahi rabbil ‘alamiin hingga selesai (al-Fatihah)”. (Musnad Ahmad no. 17597)
karena itulah kemudian para Ulama yang merupakan pewaris para Nabi, menyusun dzikir-dzikir yang diperintahkan oleh Nabi kita tercinta Muhammad Saw sedemikian rupa sehingga tersusunlah rangkaian dzikir yang disebut Tahlil, dan dibiasakan sehingga menjadi sebuah tradisi, masyarakat menyebutnya tahlilan.

2.      Membaca Surat Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas
Di dalam Tahlilan biasanya dibaca surah al-Ikhlas, al-Falaq, an-Nas :
قَالُوا: وَكَيْفَ يَقْرَأْ ثُلُثَ الْقُرْآنِ؟ قَالَ: قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ تَعْدِلُ ثُلُثَ الْقُرْآنِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : tidakkah salah satu dari kalian mampu membaca pada malam hari seperti tiga al-Qur’an ? sahabat berkata : bagaimana membaca sepertiga al-Qur’an ? Rasulullah menjawab: “Qul Huwallahu Ahad (al-Ikhlas) setara dengan sepertiga al-Qur’an.” (Shahih Muslim no. 811)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: أَقْبَلْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَمِعَ رَجُلًا يَقْرَأُ: قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ اللَّهُ الصَّمَدُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: وَجَبَتْ . قُلْتُ: مَا وَجَبَتْ؟ قَالَ: الجَنَّةُ
“Dari Abu Hurairah, ia berkata : aku datang bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian mendengar seorang laki-laki membaca Qul Huwallahu Ahad (surah al-Ikhlas), maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “wajib”, aku berkata ; “wajib apa ?”, Rasulullah bersabda : “Surga”. (Sunan At-Turmidzi no. 2897, Hadits hasan shahih)
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ الْجُهَنِيِّ قَالَ: بَيْنَا أَنَا أَقُودُ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَاحِلَتَهُ فِي غَزْوَةٍ إِذْ قَالَ: «يَا عُقْبَةُ، قُلْ فَاسْتَمَعْتُ» ، ثُمَّ قَالَ: «يَا عُقْبَةُ، قُلْ فَاسْتَمَعْتُ» ، فَقَالَهَا الثَّالِثَةَ، فَقُلْتُ: مَا أَقُولُ؟، فَقَالَ: «قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ» فَقَرَأَ السُّورَةَ حَتَّى خَتَمَهَا، ثُمَّ قَرَأَ: «قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ» وَقَرَأْتُ مَعَهُ حَتَّى خَتَمَهَا، ثُمَّ قَرَأَ «قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ» فَقَرَأْتُ مَعَهُ حَتَّى خَتَمَهَا، ثُمَّ قَالَ: «مَا تَعَوَّذَ بِمِثْلِهِنَّ أَحَدٌ»
“Dari Uqbah bin Amir al-Juhani, ia berkata : ketika aku menuntun kendaraan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah peperangan, tiba-tiba beliau berkata: “Wahai Uqbah, ucapkanlah,” aku pun mendengarkan, kemudian beliau berkata (lagi): “Wahai Uqbah, ucapkanlah,” aku pun mendengarkan. Dan beliau mengatakannya sampai tiga kali, lalu aku bertanya: “Apa yang aku ucapkan ?” Beliau pun bersabda : “Ucapkanlah Qul Huwallahu Ahad (al-Ikhlas), kemudian membacanya sampai akhir , kemudian membaca Qul A’udzu bi-Rabill Falaq (al-Falaq), , kemudian membacanya sampai akhir, kemudian membacanya Qul A’udzu bi-Rabbin Naas (an-Naas), kemudian aku membacanya sampai selesai, kemudian beliau bersabda : “tidak ada seorang pun yang berlindung seumpama orang yang berlindung dengannya”. (Sunan an-Nasaa’i no. 5430 , hadits ini shahih)

3.      Ayat Kursiy
Ayat Kursiy juga merupakan ayat al-Qur’an yang dibaca ketika tahlilan :
قَالَ: يَا أَبَا الْمُنْذِرِ أَتَدْرِي أَيُّ آيَةٍ مِنْ كِتَابِ اللهِ مَعَكَ أَعْظَمُ؟ قَالَ: قُلْتُ: اللهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ . قَالَ: فَضَرَبَ فِي صَدْرِي، وَقَالَ:  وَاللهِ لِيَهْنِكَ الْعِلْمُ أَبَا الْمُنْذِرِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “wahai Abul Mundzir, tahukah engkau sebuah ayat dari Kitabullah (al-Qur’an) yang paling agung ?, Abul Munzir berkata : “aku berkata : Allahu Laa Ilaaha Illaa Huwal Hayyum Qayyum (al-Baqarah : 255)”, kemudian Rasulullah menepuk pundakku”, dan beliau bersabda : “semoga Allah mempermudahkan ilmu bagimu wahai Abul Mundzir”. (Shahih Muslim no. 810 ; Sunan Abi Daud no. 1460)

4.      Membaca Akhir Surat Al-Baqarah
Sebagaimana diketahui bahwa akhir surah al-Baqarah adalah ayat-ayat yang juga biasa dibaca dalam tahlilan.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: بَيْنَمَا جِبْرِيلُ قَاعِدٌ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، سَمِعَ نَقِيضًا مِنْ فَوْقِهِ، فَرَفَعَ رَأْسَهُ، فَقَالَ: ” هَذَا بَابٌ مِنَ السَّمَاءِ فُتِحَ الْيَوْمَ لَمْ يُفْتَحْ قَطُّ إِلَّا الْيَوْمَ، فَنَزَلَ مِنْهُ مَلَكٌ، فَقَالَ: هَذَا مَلَكٌ نَزَلَ إِلَى الْأَرْضِ لَمْ يَنْزِلْ قَطُّ إِلَّا الْيَوْمَ، فَسَلَّمَ، وَقَالَ: أَبْشِرْ بِنُورَيْنِ أُوتِيتَهُمَا لَمْ يُؤْتَهُمَا نَبِيٌّ قَبْلَكَ: فَاتِحَةُ الْكِتَابِ، وَخَوَاتِيمُ سُورَةِ الْبَقَرَةِ، لَنْ تَقْرَأَ بِحَرْفٍ مِنْهُمَا إِلَّا أُعْطِيتَهُ
“dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata : “ketika Jibril duduk di samping Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, mendengar suara dari atasnya, seraya mengangkat kepalanya, kemudian berkata : “Pintu ini berasal dari langit yang dibuka pada hari ini yang belum pernah di buka kecuali hari ini, kemudian seorang malaikat turun dari pintu itu, dan berkata Jibril : “malaikat ini turun ke bumi yang tidak pernah turun kecuali hari ini, maka mengucapkan salam dan berkata : “bergemberilah dengan dua cahaya yang diberikan kepadamu yang tidak pernah diberikan kepada Nabi sebelum engkau, yakni Fatihatul Kitab (al-Fatihah) dan ayat-ayat penutup surah al-Baqarah, tidaklah engkau membaca satu huruf dari kedua surah tersebut kecuali engkau akan diberi karunia” . (Shahih Muslim no. 806)
Disamping itu juga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda bahwa setan meninggalkan rumah yang dibacakan surah al-Baqarah :
لَا تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ مَقَابِرَ، إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنَ الْبَيْتِ الَّذِي تُقْرَأُ فِيهِ سُورَةُ الْبَقَرَةِ
“janganlah jadikan rumah kalian sebagai kuburan, karena sesungguhnya syaithan meninggalkan yang didalamnya dibacakan surah al-Baqarah” (Shahih Muslim no. 780)
5.       Membaca Shalawat
Shalawat. Tidak diragukan lagi, bahwa shalawat sengat dierintahkan oleh Allah Swt, dan fadlilahnya sangat banyak sekali. Diantaranya:

sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرَ صَلَوَاتٍ، وَحُطَّتْ عَنْهُ عَشْرُ خَطِيئَاتٍ، وَرُفِعَتْ لَهُ عَشْرُ دَرَجَاتٍ
“Barangsiapa yang bershalawat kepadaku satu kali niscaya Allah bershalawat kepadanya 10 kali, digugurkan sepuluh kesalahan-kesalahannya, dan di angkat sebanyak 10 derajat baginya” (Sunan an-Nasaa’i no. 1297, shahih)
أوْلى النَّاسِ بي يَوْمَ القِيامَةَ أَكْثَرُهُمْ عَليَّ صَلاةً
Nabi bersabda: “Manusia yang paling utama pada hari qiyamat adalah yang paling banyak bershalawat kepadaku”. (Sunan at-Turmidzi no. 484, hadits hasan ; Shahih Ibnu Hibban no. 911)
مَا جَلَسَ قَوْمٌ مَجْلِسًا ثُمَّ تَفَرَّقُوا عَنْ غَيْرِ صَلَاةٍ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَّا تَفَرَّقُوا عَلَى أَنْتَنِ مِنْ رِيحِ الْجِيفَةِ
“Tidaklah duduk sebuah kaum kemudian mereka perpisah tanpa bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kecuali mereka berpisah membawa yang lebih buruk dari bangkai” (As-Sunan al-Kubra an-Nasaai no. 10172 )
Dan masih banyak lagi fadhilah-fadhilah membaca shalawat.

BACAAN DZIKIR LAIN YANG BIASA ANY DIBACA DALAM TAHLILAN:
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: ” مَنْ قَالَ: سُبْحَانَ اللَّهِ العَظِيمِ وَبِحَمْدِهِ، غُرِسَتْ لَهُ نَخْلَةٌ فِي الجَنَّةِ
“Barangsiapa yang mengucapkan : “Subhanallahil ‘Adhim wa Bihamdih” ditanamkan baginya sebatang pohon kurma di surga”. (Sunan at-Turmidzi no. 3464, hadits hasan shahih)
عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ” كَلِمَتَانِ خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ، ثَقِيلَتَانِ فِي المِيزَانِ، حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ: سُبْحَانَ اللَّهِ العَظِيمِ، سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ
“Dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda : “dua kalian yang ringan di lisan (diucapkan), keduanya berat di timbangan dihadapan Yang Maha Penyayang, yakni Subhanallahil ‘Adhim, Subhanallahi wa bi-Hamdihi”. (Shahih Bukhari no. 6406)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:  لَأَنْ أَقُولَ سُبْحَانَ اللهِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : sungguh jika aku mengucapkan Subhanallah wal Hamdulillah wa Laa Ilaaha Illalla wa Allahu Akbar, lebih disukai bagiku daripada disinari oleh terbitnya mentari”. (Shahih Muslim no. 2695 ; Sunan At-Turmidzi no. 3597)
مَنْ قَالَ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ، عَشْرَ مِرَارٍ كَانَ كَمَنْ أَعْتَقَ أَرْبَعَةَ أَنْفُسٍ مِنْ وَلَدِ إِسْمَاعِيلَ
“Barangsiapa yang mengucapkan : “laa ilaaha ilallaahu wahdahu laa syarika lahu, lahul mulku walahul hamdu wa huwa ‘alaa kullli syay-in qadiir”, sebanyak sepuluh kali maka ia seperti orang yang memerdekakan budak empat jiwa seperti keturunan Nabi Ismail” (Shahih Muslim no. 2693)
قَالَ يَا عَبْدَ اللهِ بْنَ قَيْسٍ: أَلَا أَدُلُّكَ عَلَى كَنْزٍ مِنْ كُنُوزِ الْجَنَّةِ، فَقُلْتُ: بَلَى، يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ: ” قُلْ: لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, wahai Abdullah bin Qays, mau engkau ku tunjukkan pembendaharaan surga ?, maka aku (Ibnu Qays) berkata : iya wahai Rasulullah”, kemudian Rasulullah berkata : “katakanlah, “Laa Hawla wa Laa Quwwata Ilaa Billaah”. (Shahih Muslim no. 2704)
عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ؛ أَنَّهُ سَمِعَهُ يَقُولُ، فِي الْبَاقِيَاتِ الصَّالِحَاتِ: أَنَّهَا قَوْلُ الْعَبْدِ: اللهُ أَكْبَرُ. وَسُبْحَانَاللهِ. وَالْحَمْدُ للهِ. وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ. وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ
“Kalimat-kalimat yang bagus yakni ucapan seorang hamba : “Subhanallah, al-Hamdulillah, laa ilaaha illaa Allah, laa hawla wa laa quwwata ilaa billah”. (Muwatha’ Malik no. 715)
عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «اسْتَكْثِرُوا مِنَ الْبَاقِيَاتِ الصَّالِحَاتِ» قِيلَ: وَمَا هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: «الْمِلَّةُ» ، قِيلَ: وَمَا هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: «الْمِلَّةُ» ، قِيلَ: وَمَا هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: التَّكْبِيرُ، وَالتَّهْلِيلُ، وَالتَّسْبِيحُ، وَالتَّحْمِيدُ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : perbanyaklah kalian dengan kalimat-kalimat yang baik, dikatakan “apa itu wahai Rasulullah ?, beliau menjawab “al-Millah”, dikatakan lagi “Apa itu wahai Rasulullah?”, beliau menjawab : “al-Millah”, dikatakan lagi : “Apa itu wahai Rasulullah ?”, beliau menjawab : “Takbir, Tahlil, Tasbih, Tahmid, dan Laa Hawlaa wa laa Qawwata ilaa billaah”. (Musnad Ahmad no. 11713)
عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدَبٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” أَحَبُّ الْكَلَامِ إِلَى اللهِ أَرْبَعٌ: سُبْحَانَ اللهِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ. لَا يَضُرُّكَ بِأَيِّهِنَّ بَدَأْتَ
“perkataan yang paling dicintai oleh Allah adalah empat yakni “Subhanallah wal Hamdulillah wa Laa Ilaaha Illallaahu wa Allahu Akbar”, tidak masalah bagimu memulai dari yang mana saja”. (Shahih Muslim no. 2137)
عَنْ مُصْعَبِ بْنِ سَعْدٍ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: جَاءَ أَعْرَابِيٌّ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: عَلِّمْنِي كَلَامًا أَقُولُهُ، قَالَ: ” قُلْ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، اللهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا، سُبْحَانَ اللهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ الْعَزِيزِ الْحَكِيمِ ” قَالَ: فَهَؤُلَاءِ لِرَبِّي، فَمَا لِي؟ قَالَ: قُلْ: اللهُمَّ اغْفِرْ لِي وَارْحَمْنِي وَاهْدِنِي وَارْزُقْنِي
“Dari Mush’ab bin Sa’d, dari ayahnya, ia berkata : Seorang arab datang kepada Rasulullah seraya berkata : “Ajarkanlah kepadaku ucapakan untuk aku baca”, Rasulullah bersabda : katakanlah “laa ilaaha illaLlaah wahdahu laa syariyka lah, Allahu Akbar Kabiiran, wal Hamdulillahi Katsiran, Subhanallahi Rabbil ‘Alamiin, Laa Hawla wa laa Quwwata illaa bil-Laahil ‘Azizil Hakiim”, seorang Arab tersebut berkata : semua itu untuk Rabb-ku, namun mana untukku ?”, Rasullah bersabda : “katakanlah “Ya Allah ampunilah aku, kasihanilah aku, berilah petunjuk kepadaku dan limpahkanlah rizki kepadaku”. (Shahih Muslim no. 2696)
أَفْضَلُ الذِّكْرِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَفْضَلُ الدُّعَاءِ الحَمْدُ لِلَّهِ
“Dzikir yang utama adalah Laa ilaaha Ilallahu, sedangkan do’a yang paling utama adalah al-Hamdulillah”. (Sunan at-Turmidzi no. 3383, Hadits hasan)
Dan masih banyak lagi hadits-haidts lain yang menerangkan fadhilah dzikir, namun tentu saja kami tidak bisa menyebutkan semuanya.

DO’A
Dalam rangkaian tahlil biasanya diakhiri dengan do’a. Allah Subhanahu wa Ta’alaa berfirman :
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
“Dan Tuhanmu berfirman: “Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.” (QS. Al-Mu’miin: 60)
Di dalam do’a kita tidak hanya berdo’a untuk diri kita sendiri tapi juga mendo’akan orang lain. Bahan kita juga mendo’akan saudara-saudara kita yang telah meninggal. Hal ini seperti petunjuk Allah Swt, dan Rasulullah Saw:
وَالَّذِينَ جَاؤُوا مِن بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hasyr : 10)
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mu’min, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal” (QS. Muhammad : 19)
رَبَّنَا اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ الْحِسَابُ
“Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang mu’min pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)”. (QS. Ibrahim : 41)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَا مِنْ عَبْدٍ مُسْلِمٍ يَدْعُو لِأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ، إِلَّا قَالَ الْمَلَكُ: وَلَكَ بِمِثْلٍ
“Tidak ada seorang muslim pun yang mendoakan kebaikan bagi saudaranya (sesama muslim) tanpa sepengetahuannya, melainkan malaikat akan berkata, “Dan bagimu juga kebaikan yang sama.” (Shahih Muslim no. 2732)
دَعْوَةُ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لِأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ، عِنْدَ رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ كُلَّمَا دَعَا لِأَخِيهِ بِخَيْرٍ، قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ: آمِينَ وَلَكَ بِمِثْلٍ
“Doa seorang muslim untuk saudaranya (sesama muslim) tanpa diketahui olehnya adalah doa mustajabah. Di atas kepalanya (orang yang berdoa) ada malaikat yang telah diutus. Sehingga setiap kali dia mendoakan kebaikan untuk saudaranya, maka malaikat yang diutus tersebut akan mengucapkan, “Amin dan kamu juga akan mendapatkan seperti itu” (Shahih Muslim no. 2733)
عَنْ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ، قَالَ: إِنَّ دَعْوَةَ الْأَخِ فِي اللَّهِ تُسْتَجَابُ
“Dari Abu Bakar Ash-Shiddiq, ia berkata : sungguh mendo’akan saudaranya karena Allah adalah mustajab” (Al-Jami’ fil Hadits li-Ibni Wahab no. 161 ; Adabul Mufrad [624])

MENYEDIAKAN MAKANAN
Biasanya selesai melaksanakan tahlil. Selaku tuan rumah menyediakan makanan ala kadarnya untuk disajikan kepada para tamu sebagai rasa penghormatan. Ini pun juga sesuai dengan perintah Nabi Muhammad Saw.
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka mulyakanlah tamunya”. (Shahih Bukhari no. 6018)
Dan juga mengajarkan kita untuk bersedekah.
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَۚ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ
“Kamu sekali-kali tidak akan sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.” (QS. Ali Imran : 92)
وَالصَّلَاةُ نُورٌ، وَالصَّدَقَةُ بُرْهَانٌ وَالصَّبْرُ ضِيَاءٌ، وَالْقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ
“Shalat adalah nur, shadaqah adalah bukti (burhan), shabar adalah sinar, dan al-Qur’an adalah hujjah bagimu atau terhadapmu”. (Shahih Muslim no. 223)

FADHILAH LAIN DALAM TAHLILAN
Dalam tahlilan kita biasanya mengupulkan tetangga terdekat dan juga teman sejawat dan lain-lain, hal ini tentu saja semakin mempererat tali shilatur rahim di antara masyarakat kita. Mempererat tali shilatur rahim ini tentu juga diperintahkan oleh Nabi Muhammad Saw.
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ، وَتَرَاحُمِهِمْ، وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
“Perumpamaan orang-orang yang mukmin di dalam hal kasih sayang, rahmat dan kelemah lembutan laksana satu tubuh jika salah satu bagian tubuh merasa sakit maka seluruh tubuh ikut merasakannya dengan panas dan demam”. (Shahih Muslim no. 2586)
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujuraat : 10)

Dzikir Tahlil
Tentu saja dalam dzikir tahlil ini runtutan dalam berdzikir berbeda-beda dari setiap orang, karena yang sunah adalah dzikirya bukan susunannya. Kita diperintahkan Allah Swt, untuk memperbanyak dzikir baik pada saat berdiri, duduk, berjalan dan setiap gerakan kita pun sebaiknya tidak terlepas dari dzikir.
اَلَّذِيْنَ يَذْكُرُونَ اللهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنوُبِهِم 
“...Yakni orang-orang dzikir pada Allah baik diwaktu berdiri, ketika duduk dan diwaktu berbaring”.  (Ali Imran :191) 
وَالذَّاكِرِيْنَ اللهَ كَثِيْرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللهُ لَهُمْ مَغْفِرَة وَأجْرًا عَظِيْمٌا
 “Danterhadap orang-orang yang banyak dzikir pada Allah, baik laki-lakimaupun wanita, Allah menyediakan keampunan dan pahalabesar”.   (Al-Ahzab :35)  
الَّذِيْنَ آمَنُوا وَ تَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللهِألآبِذِكْرِ الله تَطْمَئِنُّالـقُلُوبُ.                                        
 “Yaituorang-orang yang beriman, dan hati mereka aman tenteram dengan dzikirpada Allah. Ingatlah dengan dzikir pada Allah itu, maka hatipun akanmerasa aman dan tenteram”.     (Ar-Ro’d : 28)
 لاَيَقْـعُدُ قَوْمٌ يَذْكُـرُنَ اللهَ تَعَالَى إلاَّ حَفَّتْـهُمُالمَلاَئِكَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمةُ, وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمُالسَّكِيْنَةُ وَذَكَرَهُمْ اللهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ.
“Tidak satu kaum (kelompok) punyang duduk dzikir kepada Allah Ta’ala, kecuali mereka akan dikelilingiMalaikat, akan diliputi oleh rahmat, akan beroleh ketenangan, dan akandisebut-sebut oleh Allah pada siapa-siapa yang berada disisi-Nya”. (HR.Muslim, Ahmad, Turmudzi, Ibnu Majah, Ibnu Abi Syaibah dan Baihaqi).

Tidak ada ketentuan dalam berdzikir diwajibkan seperti apa, harus berapa kali, namun lebih pada kesesuaian kekuatan kita untuk berdzikir. Berbeda dengan sholat yang ketentuannya sudah ditentuka harus sesuai dengan yang dilakukan Rasulullah Saw. Karena perintahnya

Penentang Tahlil
Adapun para penentang tahlil 7 hari, 40 hari, 100, 1000. mereka beralasan bahwa tradisi tahlil adalah tradisi peninggalan agama hindu. Kami jawab, jelas berbeda antara tahlil dan yang dilakukan orang hindu. Umat hindu melakukan peringatan 7 hari, 40 hari, 100 hari, 1000 hari dan lainnya, mereka persembakan untuk dewa-dewa kepercayaan mereka. Sedangkan kita berdzikir kepada Allah Swt, yang jelas-jelas diperintahkan oleh Allah Swt, dan Rasulullah Saw.
Apabila dikatakan tahlilan tasyabuh dengan orang kafir, yaitu agama hindu, maka dari perbedaan yang disebutkan di atas tidak lagi dikatakan sebagai tasyabuh. Demikian petunjuk dari Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi Wasallam:
Ibn ‘Abbas radhiyallaah ‘anhu berkata:  “Setelah Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa sallam berpuasa  pada  hari Asyura  dan memerintahkan  kaum  Muslimin  juga  berpuasa,  mereka  berkata:  “Wahai Rasulullah, hari Asyura  itu diagungkan oleh   orang-orang Yahudi dan Nasrani.” Rasulullah  Shollallaah ‘alaih wa sallam menjawab:  “Kalau  begitu,  tahun  depan,  kita  berpuasa  pula tanggal  sembilan.”  Ibn  Abbas  berkata:  ‘Tahun  depan  belum  sampai  ternyata Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa sallam telah wafat” (HR. Muslim dan Abu Dawud).
Dalam  hadits  di  atas,  para  sahabat  menyangsikan  perintah  puasa  pada  hari Asyura,  di  mana  hari  tersebut  juga  diagungkan  oleh  orang-orang  Yahudi  dan Nasrani. Sementara Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa sallam telah menganjurkan  umatnya  agar  selalu menyelisihi  (mukhalafah) orang-orang Yahudi dan Nasrani. Temyata Rasulullah memberikan  petunjuk,  cara  menyelisihi  mereka,  yaitu  dengan  berpuasa  sejak sehari  sebelum  Asyura,  yang  disebut  dengan  Tasu’a',  sehingga  tasyabbuh tersebut menjadi hilang.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar