Pada hakekatnya setiap muslim
yang berakal-baligh akan mendapatkan pahala/ganjarang dari setiap amal
perbuatan yang ia lakukan. Baik berupa sedekan, sholat, puasa, haji, dll.
Tentang hal ini Umat Muslim sepakat karena banyak sekali ayat-ayat Alquran dan
hadits yang menjelaskan tentang ini. Diantaranya:
فمن يعمل مثقال ذرة خيرايرة
(الزلزلة: 7)
Artinya: maka barang siapa
mengerjakan kebaikan setimbang zarrah (yang kecil) niscaya ia akan melihat
(mendapat) pahalanya.
Ayat ini menyatakan bahwa setiap
orang yang mengerjakan kebaikan walaupun sebutir zarrah ataupun sekecil debu
maka ia akan mendapatkan pahala melihat amal perbuatannya itu.
Nah pahala yang sudah didapat
oleh orang yang mengmalkan apakah boleh dihadiahkan kepada orang lain, Baik
yang masih hidup ataupun dihadiahkan kepada orang yang sudah meninggal? Kaum
Ahlus Sunah Waljama’ah beri’tiqad bahwa itu boleh dilakukan dan orang yang
melakukan itu akan mendapat faedah di akhirat.
Dalam kitab hadits Abu Dawud:
كان صلى الله عليه وسلم إذا فرغ من
دفن الميت وقف عليه فقال: إستغفروا لأخيكم وسلوا له التثبيت فإنه الأن يسأل. (رواه
ابو داود)
Artinya: “adalah Nabi Muhammad
Saw, ketika telah selesai menguburkan mayat beliau berdiri sebentar dan
berkata: minta ampunkanlah kalian (kepada tuhan) untuk saudaramu ini dan
mohonkanlah agar dia menetapi, karena sekarang ia sedang ditanya”. (H. Riwayat
Abu daud, lihat Sunan Abu Daud, juz III, pagina 215).
Hadits ini memberikan pengertian
bahwa doa orang yang masih hidup berfaedah kepada orang yang sudah meninggal.
H. Riwayat Imam Tirmidzi
عن ابن عباس أن رجلا قال يا رسول
الله ان أمى توفيت أفينفعها ان تصدكت عنها؟ قال نعم, قال: فإن لى مخرفا فأشهدك أنى
قد تصدكت عنها.
Artinya: “Dari Ibnu Abbas, bahwa
seorang pria bertanya kepada Nabi Muhammad Saw: Ya Rasulullah, bahwasanya Ibu
saya telah meninggal, adakah bermanfaat untuknya kalau saya bersedekah/berwakaf
menggantikannya?. Jawab Rasulullah: Ya na’am. Lalu orang itu berkata: bawasanya
saya mempunyai sebuah kebun, dan saya minta kesaksian tuan bahwa kebun saya itu
telah saya sedekahkan/wakafkan untuk ibu saya” (H. Riwayat Imam Tirmidzi, lihat
shahih Tirmidzi juz III, pagina 175)
Hdaits Imam tirmidzi:
عن حنش عن غلى أنه كان يضحى بكبشين
أحدهما عن النبى صلى الله عليه وسلم والأخر عن نفسه, فقيل له, فقال: أمرنى به يعنى
النبي صلى الله عليه وسلم فلا أدعه ابدا.
Artinya: “dari Hanasy, bawasanya
sayidina Ali Kw. Berkorban dengan dua ekor kibasy, satunya (pahalanya) untuk
Nabi Muhammad Saw, yang kedua (pahalanya) untuk diri sendiri beliau, maka orang
bertanya kepadanya tentang ini. Beliau menjawab: demikian itu disuruh Nabi
kepada saya, karenanya saya melakukan selalu dan tidak pernah meninggalkannya.”
(hadits riwayat Imam Tirmidzi. Lihat shahih Tirmidzi juz VI, pagina 219.)
Jelas sekali bahwa di dalam
hadits ini, Nabi Muhammad Saw, memerintahka kepada shahabat Ali Kw, dan sahabat
Ali Kw, melakukannya dan tidak pernah meninggalkannya.
Hadits riwayat Ibnu Abbas dari Nabi SAW :
أَنَّهُ مَرَّ بِقَبْرَيْنِ يُعَذَّبَانِ فَقَالَ إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنْ الْبَوْلِ وَأَمَّا الْآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ ثُمَّ أَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً فَشَقَّهَا بِنِصْفَيْنِ ثُمَّ غَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَ صَنَعْتَ هَذَا فَقَالَ لَعَلَّهُ أَنْ يُخَفَّفَ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا
أَنَّهُ مَرَّ بِقَبْرَيْنِ يُعَذَّبَانِ فَقَالَ إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنْ الْبَوْلِ وَأَمَّا الْآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ ثُمَّ أَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً فَشَقَّهَا بِنِصْفَيْنِ ثُمَّ غَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَ صَنَعْتَ هَذَا فَقَالَ لَعَلَّهُ أَنْ يُخَفَّفَ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا
Artinya : Nabi SAW pernah
melewati dua buah kuburan, lalu beliau bersabda: “Sesungguhnya dua mayat ini
sedang disiksa, namun bukan karena dosa besar. Yang satu disiksa karena tidak
membersihkan dirinya dari air kencingnya, sedang yang lainnya ia dahulu suka
mengadu domba”. Kemudian beliau meminta pelepah kurma yang masih basah dan
dibelahnya menjadi dua. Setelah itu beliau menancapkan salah satunya pada
sebuah kuburan dan yang satunya lagi pada kuburan yang lain seraya bersabda:
“Semoga pelepah itu dapat meringankan siksanya, selama belum kering”.(H.R.
Bukhari 19 dan Muslim 20)
Al-Qurthubi mengatakan :
“Ulama kita mengatakan, kalau
kayu saja dapat meringankan azab kubur (bermanfaat kepada mayat), maka apalagi
bacaan al-qur’an yang dilakukan oleh seorang mukmin?.”21
Menghadiahkan pahala kepada
mayat termasuk sadaqah, karena sadaqah tidak hanya dalam bentuk harta. Sadaqah
bisa saja dalam bentuk tahlil, tasbih dan lainnya. Sedangkan sadaqah dapat
bermanfaat bagi mayat dengan ijmak ulama sebagaimana dijelaskan di atas. Keterangan
bahwa sadaqah tidak hanya dalam bentuk harta adalah hadits Nabi SAW riwayat
Huzaifah berbunyi :
كل معروف صدقة
Artinya : Setiap yang ma’ruf
adalah sadaqah (H.R. Muslim) 22
Dan hadits Nabi SAW riwayat Abu
Zar berbunyi :
ان بكل تسبيحة صدقة وكل تكبيرة صدقة وكل تحميدة صدقة و كل تحليلة صدقة
Artinya : Sesungguhnya setiap
tasbih adalah sadaqah, setiap takbir sadaqah, setiap tahmid sadaqah dan setiap
tahlil adalah sadaqah. (H.R. Muslim) 23
Pendalilian ini telah disebut
oleh al-Qurthubi dalam al-Tazkirah 24
Sabda Nabi SAW :
من دخل المقابر فقرأ سورة يس خفف عنهم له مثله وكان له لعدد من فيه حسنات
Artinya : Barang siapa yang
memasuki pekuburan dengan membaca Surat Yasin, maka akan diringankan orang
dalam pekuburan itu sebanding dengannya dan baginya sejumlah kebaikan (H.R. Abu
Bakar Abdul Aziz) 26
Sabda Nabi SAW :
من زار قبر والديه كل جمعة أو أحدهما فقرأ عندهما يس والقرآن الحكيم غفر له بعدد كل آية وحرف
Artinya : Barangsiapa yang
menziarahi kuburan kedua ibu bapaknya atau keduanya pada setiap Jum’at dengan
membaca Yasin dan al-Qur’an al-Hakim, maka akan diampuninya sebanding setiap
ayat dan huruf.(H.R. Ibnu Hibban dan Ibnu ‘Ady) 27
Tersebut dalam hadits Abu Dawud:
عن ابن عباس أن النبي صلى الله
عليه وسلم. سمع رجلا يقول: لبيك عن شبرمة, قال:من شبرمة؟ قال: أخ لى" قال:
أحججت عن نفسك, قال: حج عن نفسك ثم حج عن شبرمة.
Artinya: “dari Ibnu Abbas ,
bahwasanya Nabi Muhammad Saw, mendengar seorang laki-laki membaca talbiyah (dalam
ibadah haji), “Labbaika ‘an Syubrumah”” (Tuhan, saya berkanankan seruanmu untuk
mengganti Syubrumah). Lantas Nabi bertanya kepada orang itu: siapa Subrumah
itu?. Jawabnya: saudara (karib) saya. Apakah engkau sudah megerjakan haji untuk
mu? Tanya Nabi. “belum”, jawabnya.
Nabi berkata: hajilah dulu untuk
dirimu, kemudian baru menghajikan Subrumah”. (H. Riwayat Abu Dawud. Lihat sunan
Abu Dawud juz II, pagina 162)
Hadits ini menyatakan bahwa
ibadah haji seseorang boleh digantikan orang lain, tentu jika yang bersangkutan
ada uzur, umpamanya sudah terlalu tua, ataupun sudah wafat.
Hadits ini bukan menerangkan
antara bapak dan anak, atau antara anak dan ibu, tetapi menerangkan antara
hubungan serorang dengan karib kerabatnya (orang lain).
Dalil doa bermanfat bagi mayat
antara lain firman Allah Ta’ala :
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ
Artinya : Dan orang-orang yang
datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb
kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu
dari kami (Q.S.Al-Hasyr: 10)
Tersebut dalam hadits Muslim.
Bahwasanya ketika Nabi Muhammad
Saw ketika akan berkorban dua ekor kibasy putih, barniat bagini:
بسم الله اللهم تقبل من محمد وال
محمد ومن أمة محمد ثم ضحى به.
Artinya: “Dengan nama Allah! Ya
Allah terimalah (korbanku) dari Muhammad, dari keluarga Muhammad, dan dari
Ummad Muhammad” (H.riwayat Imam Muslim, lihat Shahih Muslim Juz XIII, pagina
122).
Jelas dalam hadits Muslim yang
shohih ini, Nabi Muhammad Saw berkorban yang pahalanya untuk beliau, dan
diberikan untuk keluarga beliau dan untuk seluruh umat beliau.
Mengenai hadits di atas
pengarang kitab Bariqatul Muhammadiyah berkata:
Artinya: ” Nabi Muhammad Saw,
memberikan pahala kepada umat beliau, ini berarti pelajaran dari Nabi bahwa
amalan orang lain dapat memberi manfaat kepada orang lain. Mengikut ajarang dan
petunjuk Nabi Muhammad Saw, ini adalah suatu perpegangan dengan tali yang
teguh” (Bariqatul Muhammadiyah, juz II, pagina 99- cetakan Mustafa Babil Halabi
1348H.)
Orang yang membantah
Sedangkan orang2 yang membantah
biasanya menggunakan dalil ini:
Artinya: “dan bahwasanya manusia
tidak akan mendapat (pahalanya) melainkan dari usaha yang yang telah
diusahakannya” (surat An Najm, ayat 39)
Inilah akibatnya jika seorang
hanya belajar lewat terjemah sehingga menggunakn dalil semaunya sendiri.
Ayat ini menerangkan hukum yang
terjadi pada syari’at Musa dan Nabi Ibrahim, bukan hukum yang terjadidalam
syari’at Nabi Muhammad Saw. Dalam mengajukan harus jujur, jangan mengambil
dalil sepotong-potong.
Pangkal ayat ini berbunyi
seluruhnya:
Artinya: “Atau belumkah
dikabarkan kepadanya apa yang ada dalam kitab-kitab Nabi Musa dan Kitab Nabi Ibrahim
yang memenuhi kewajibannya, bahwa tiada yang dapat memikul seseorang akan dosa
orang lain, dan bahwasanya tiada yang didapat oleh manusia selain yang
mengusahakan” (An Najm : 36-39)
Jelas dalam susunan ayat ini
bahwa hukum itu berlaku pada syari’an Nabi Musa As dan Nabi Ibrahim As.
Berkata ahli tafsir Khazim:
Artinya: “adalah yang demikian
ituuntuk kaum Ibrahim dan Musa, dan adapun bagi Umat sekarang maka mereka bisa
mendapat pahala dari usahanya dan dari usaha orang lain” (lihat tafsir Khazim
jilid VI, pahgina 223)
Dan berkata sahabat Nabi, ahli
tafsir yang utama Ayat ini menurut riwayat dari Ibnu Abbas sudah dinasakh
dengan
وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ
Artinya : Dan orang-orang yang
beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami
hubungkan anak cucu mereka dengan mereka (Q.S. al-Thuur : 21)
Ada sebagian orang menentang
tahlil atau samadiyah dengan berargumentasi dengan hadits riwayat Muslim dari
Abu Hurairah, yang berbunyi :
إذا مات الإنسان انقطع عنه عمله إلا من ثلاثة إلا من صدقة جارية أو علم ينتفع به أو ولد صالح يدعو له
Artinya : Apabila meninggal
seorang manusia, maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga perkara, yaitu
sadaqah jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang shaleh yang mau berdo’a
untuknya. (H.R. Muslim) 28
Perlu dicatat bahwa hadits ini
hanya membicarakan amalan orang yang sudah meninggal. Sedangkan tahlil dan
samadiyah ini merupakan amalan orang masih hidup, dimana orang yang masih hidup
mendo’akan sebagaimana pahala bacaan ayat al-Qur’an didapatinya supaya juga
diberikan Allah kepada orang yang sudah meninggal. Berkata Ibnu Shalah dalam
Fatawanya :
“Demikian juga hadits tersebut
(hadits di atas) tidak menunjukkan batal pendapat yang mengatakan sampai hadiah
pahala bacaan, karena hadits tersebut mengenai amalan simati. Sedangkan ini
(hadiah pahala) merupakan amalan orang lain” 29
Penafsiran hadits ini secara
ringkas adalah sebagai berikut :
a.Seseorang yang sudah
meninggal, maka pahala amalannya semua terputus kecuali tiga yang disebut dalam
hadits. Yang terputus di sini bukan amalannya, tetapi pahala amalan, karena
amalan seseorang apabila dia meninggal akan terputus tanpa kecuali.
b.Tiga yang dikecualikan
tersebut adalah amalan orang sudah meninggal, yaitu Pertama, sadaqah jariah,
yakni waqaf yang dilakukan pada seseorang masih hidup. Pahalanya terus mengalir
meskipun orang itu sudah meninggal. Kedua, ilmu yang bermanfaat, yakni ilmu
yang pernah diberikan kepada orang lain tatkala dia masih hidup akan terus
mengalir pahalanya kepada orang tersebut sepanjang ilmu itu masih dimanfaatkan
orang. Ketiga, anak yang shaleh mau yang berdo’a kepadanya, yakni anak yang
shaleh yang merupakan hasil usaha bimbingannya pada waktu dia masi hidup.
Dengan demikian, jelaslah bahwa
hadits ini tidak relevan dengan masalah tahlil atau baca samadiyah. Karena
tahlil atau samadiyah merupakan amalan orang yang masih hidup.
Dalil lain yang biasa dibawa
oleh orang-orang yang menentang tahlil atau samadiyah adalah Q.S. al-Baqarah :
286, yaitu :
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ
Artinya : Allah tidak membebani
seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari
kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang
dikerjakannya. (Q.S. al-Baqarah : 268)
Ayat ini hanya menjelaskan
kepada kita bahwa setiap orang melakukan sebuah amalan, maka pahala amalannya
itu menjadi hak orang yang melakukannya itu. Artinya tidak bisa kita yang
melakukan, orang lain yang mendapatkannya. Namun karena ini menjadi hak orang
yang melakukan amalan tersebut, maka dapat saja dia menghadiahkannya untuk
orang lain dalam pengertian mendo’akan supaya orang lain juga mendapat pahala
yang sama dengan pahala yang didapatinya. Ayat ini tidak boleh dipahami bahwa
seseorang yang sudah meninggal dunia tidak dapat memperoleh pahala dari amalan
orang lain, karena pemahaman seperti itu bertentangan dengan ijmak ulama
sebagaimana uraian di atas bahwa telah terjadi ijmak ulama, sadaqah, do’a dan
ibadah haji bermanfaat untuk orang yang sudah meninggal.
Ada juga orang yang bernafsu dan
beringas mengatakan “bahwa Imam Syafi’I berpendapat bahwa pahala-pahala bacaan
ayat sucu Al Quran tidak sampai kepad mayat”.
Dalam kalangan madzhab Syafi’I
dan bahkan kalangan umat Islam sepakat bahwa sedekah pahala sampai pada mayat.
Imam Nawawi seorang Ulama
Mujtahid Fatwa dalam madzhab Imam Syafi’I mengatakan dalam kitab Syarah Hadits
Muslim:
Artinya: “”Barang siapa yang
hendak berbuat kebajikan kepada kedua orang tua, ia boleh bersedekah untuk
keduanya, dan pahala sedekah itu sapai kepada mayit, dan mayit mendpat manfaat
dari padanya, hal ini tidak ada pertikaian antara kaum Muslimin dan inilah
pendapat yang benar.” (Syarah Muslim juz I, pagina 89)
Lalu Imam Nawawi sesudah
menerangkan ini, lantas menyambung ucapan beliau:
“adapun dikabarkan oleh Qadhi
Abu Hasan Al Mawardi dalam kitab Al Hawi, bawa sebagian ahli berpendapat bahwa
“seorang tidak akan menerima apa-apa lagi sesudah wafatnya”, maka itu adalah
madzhab yang salah, jelas batalnya, karena berlawanan dengan nash-nash
kitabullah, sunnah dan ijma’ ummat. Pandapat itu tidak layak untuk
diperhatikan”. (syarah Muslim. Juz I. pagina 90).
Diterangkan juga dalam kitab
Fathul Mu’in: “Fatwa Imam Syafi’I yang mengatakan tidak sampai itu adalah kalau
bacaan itu tidak dilakukan dihadapan mayat, dan pula tidak diniatkan untuk
mayat itu, atau ia niatkan tapi tidak dimintakan (di do’akan) kepada tuhan
untuk menyampaikannya”
Pemahaman ini berdasarkan amalan
yang diriwayat dari Imam Syafi’i, bahwa beliau sendiri pernah berziarah ke
makam Imam al-Laits bin bin Sa’ad dan pada saat itu beliau membaca zikir dan
al-Qur’an al-Karim. Muhyiddin Abdusshamad telah mengutip riwayat ini dari Kitab
al-Dzakirah al-Tsaminah Halaman enam puluh empat 17. Imam Syafi’i sendiri juga
pernah menyatakan pendapat yang bersesuaian dengan riwayat di atas, yaitu :
“Dianjurkan membaca sesuatu dari
al-Qur’an pada kuburan dan jika dengan khatam, maka itu lebih baik.”18
Tersebut dalam kitab Al Adzkar
karangan Imam Nawawi:
Artinya: “berkata Imam Syafi’I
dan kebanyakan sahabat-sahabat beiau: sunah membaca ayat-ayat (dari Alquran)
dihadapan mayit. Dan jika dibacakan Alquran keseluruhan (sampai khatam) maka
akan lebih baik.” (Al Adzkar, pagina 147) Imam Syafi’I mengatakan bahwa sunah
membacakan Alquran di hadapan mayat.
Uraian di atas dapat disimpulkan:
1. Dala
madzhab Syafi’I sepakat berfatwa pahala do’a, pahala waqaf, sedekah, dll, dapat
dihadiyahkan kepada mayat dan sampai padanya.
2. Tetapi
pahala bacaan ayat suci Alquran , ada fatwa Imam Syafi’I yang mengatakan
sampai, dan ada pula perkataan beliau yang mengatakan tidak sampai, tetapi
perkataan yang terikhir ini dha’if (lemah) walaupun banyak tersiar.
3. Kebanyakan
shahabat Imam Syafi’I berpegang pada fatwa yang pertama, yaitu sampainya pahala
bacaan, sama juga dengan do’a, sedekah, dll. Pendapat inilah yang dipegang dan
diamalkan dalam lingkungan madzhab Syafi’I sekarang.
4. Hadits-hadits
Nabi banyak sekali yang mengatakan sampai itu.
Wah kalo gitu orang-orang tidak usah beribadah tekun-tekun, toh besuk kalo sdh mati dikirimi pahala...
BalasHapuswah kalo gitu sholat fardu di masjid menjadi kalah laku dg tahlilan yang banyak bagi-bagi sembako.
Itulah kalo ayat-ayat Al Qur'an sudah dikalahkan dengan hadis-hadis do'if atau hadis shohih dengan pemahaman ahli bid'ah.